Diduga Ada Pengondisian Bagi-Bagi Fee Milyaran Rupiah
Pringsewu (HO) – Dugaan Sentralisasi Pengadaan kebutuhan sekolah MI/MIN dan MTS di Kementerian Agama Kabupaten Pringsewu Menjadi Sorotan, diduga ada permainan oknum Kemenag setempat dalam pengadaan kebutuhan sekolah dengan pengondisian dan bagi-bagi fee pengadaan bernilai Milyaran rupiah.
Sumber media ini menuturkan, salah satu kebutuhan sekolah berupa buku sejak kurun 2023-2024 diduga sudah dikondisikan oleh oknum Kepala Seksi Pendidikan Islam (Kasi Pendis) M. Sakban.
“Contoh pengadaan buku, semua penerbit yang mau masuk harus darin rekomendasi Kasi Pendis M Sakban, di Kemenag Pringsewu yang bisa masuk hanya 2 penerbit karena kami duga sudah ada kesepakatan terkait fee oleh Kasi Pendis,” ungkapnya, Minggu (9/3/2025).
Pengondisian Melalui Pak Sakban, Kepsek 20%, KKM 5% dan Kemenag 15%
Dijelaskan, fee yang diterima dari pembelian buku di MI/MIN dan MTS se Kabupaten Pringsewu rata-rata 40% dari nilai penjualan buku.
“Jadi pembagian fee itu kepala sekolah dapat 20%, KKM 5% dan Kemenag 15%, semua yang untuk Kemenag lewat pak Sakban,” jelasnya.
Berdasarkan informasi dari berbagai sumber di lapangan, seluruh pengadaan kebutuhan sekolah di bawah koordinasi Kelompok Kerja Madrasah (KKM) mulai dari MIN 1 Pringsewu yang dipimpin oleh Umi Kalsum, MIN 2 Pringsewu di bawah kepemimpinan Syarifudin, MIN 3 Pringsewu yang diketuai Sahril, serta MIN 4 Pringsewu yang dipimpin Nova Antina, dikabarkan harus melalui mekanisme yang ditentukan oleh Kepala Seksi Pendidikan Islam (Kasi Pendis) M. Sakban.
“Kita meminta aparat penegak hukum untuk turun ke lapangan menelusuri dugaan pengondisian ini, karena ada keuntungan bagi segelintir orang memakai dana BOS untuk memperkaya diri sendiri, kalau diperiksa kepala sekolah pasti membuka kedok ini pak,” ujarnya.
Kepala MTS Sebut Penerbit Masuk Izin Kasi Pendis
Salah satu kepala MTS yang ada di Pringsewu menuturkan, untuk buku sendiri hanya penerbit Erlangga dengan Kuadrat yang masuk, itu atas izin Kasi Pendis M Sakban.
“Kalau pengadaan lain berupa sampul raport, sampul ijazah, kaos olah raga satu pintu lewat pak Sakban,” tuturnya.
Sedangkan sumber lain menyebutkan, apabila sekolah tidak mengikuti aturan ini, maka pengadaan kebutuhan mereka akan dipersulit atau bahkan ditunda.
“Kalau tidak melalui satu pintu, pengadaan bisa pending atau tidak disetujui,” ujar sumber tersebut.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan kebutuhan sekolah di bawah naungan Kementerian Agama Kabupaten Pringsewu. Masyarakat dan pihak terkait berharap adanya klarifikasi dan tindakan tegas apabila ditemukan adanya pelanggaran dalam pengelolaan pengadaan pendidikan di wilayah tersebut.
Kasi Pendis Sakban Ajak Ketemu Wartawan Dikantor
Sedangkan Kasi Pendis Kemenag Pringsewu M Sakban saat dimintai keterangan terkesan berbelit-belit dan meminta awak media untuk menemuinya di kantor.
“Ke kantor aja lah, jangan di telpon, ke kantor aja, main ke kantor,” tukasnya.
Dirinya menampik adanya fee yang beredar, namun dirinya seakan membenarkan praktik-praktik yang seolah memonopoli pengadaan buku di lingkungan kemenag Pringsewu.
“Toh yang mereka pakai untuk itu duit BOS bukan duit dari siswa atau masyarakat, kan memang madrasah boleh membeli buku, masalah penerbit terserah mereka,” kilahnya.
Berdasarkan penelusuran, besaran pembelian buku disetiap sekolah berbeda-beda tergantung besaran jumlah santri dan dana BOS yang diterima.
“Ada sekolah yang menganggarkan 26 juta per tahun pembelian buku, ada yang sampai 60 juta per tahun, belum ditambah pengadaan kaos olahraga, sampul raport dan ijazah yang satu pintu lewat beliau,” pungkas seorang bendahara Madrasah di Kabupaten Pringsewu. (Red)