Jakarta (HO) – Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri saat ini dinilai lebih mengedepankan penindakan humanis dan preventif. Perubahan ini dinilai dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
“Kami melihat, Densus 88 Antiteror Polri ini, sejak Kapolri dijabat oleh Jenderal Idham Azis, banyak menunjukkan perubahan, salah satunya dalam mengubah strategi dengan mengedepankan tindakan humanis,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan dalam keterangannya kepada wartawan, Sabtu (17/10/2020).
Densus 88 Antiteror Polri kini dinilai lebih banyak melakukan pendekatan humanis (soft approach) dan menghindari penindakan represif. Perubahan strategi satuan elite Polri tersebut dinilai mampu mengubah citra Densus 88 Antiteror Polri, yang sering dituding melanggar hak asasi manusia (HAM).
“Kami setuju Polri mengedepankan pendekatan humanis ini dan ini sangat diterima masyarakat, karena jauh dari tudingan pelanggaran HAM,” ujar dosen hukum tindak pidana terorisme ini.
Menurut pakar hukum kepolisian Universitas Bhayangkara ini, Densus 88 Antiteror Polri selama beberapa bulan terakhir ini sudah banyak mengurangi penindakan represif. Densus 88 Antiteror juga dinilai lebih banyak mengedepankan strategi deradikalisasi dalam upaya pencegahan kelompok terorisme di Indonesia.
“Kita melihat penangkapan empat orang anggota jaringan ISIS di Suriah ini dilakukan Detasemen Khusus 88 Polri sangat soft dalam pekan ini di daerah Bekasi dan daerah lainnya,” katanya.
“Kami melihat strategi deradikalisasi dan pembinaan yang sistematis berkelanjutan terhadap penanganan teror yang humanis banyak diapresiasi dan semakin meningkatkan trust kepada Polri,” sambungnya.
Mantan komisioner Kompolnas ini melihat Densus 88 Antiteror Polri telah banyak mengubah cara bertindak dalam menangani jaringan terorisme. Dalam upaya deradikalisasi, Densus 88 Antiteror Polri dinilai berhasil mengembalikan sejumlah pentolan eks jaringan teroris kembali ke jalan yang benar.
“Kami melihat, mereka lebih cenderung sebagai korban indoktrinasi dan korban ideologi atas pengaruh dan iming-iming pihak lain,” tandasnya. (Net/Red)