Lampung (HO) – Kejaksaan Tinggi Lampung menggelar Jaksa masuk pesantren (JMP) guna memberikan Penerangan dan Penyuluhan Hukum di Pondok Pesantren Madarijul ‘Ulum Bandar Lampung dengan tema “Jaksa Masuk Pesantren dalam Rangka Kenali Hukum Jauhi Hukuman Terhadap Perlindungan Anak dari Kekerasan, Penelantaran, dan Eksploitasi”.
Kasi Penkum Kejati Lampung I Made Agus Putra A, SH, MH, Mengajak kepada seluruh Civitas Akademi Program Studi Sarjana Agama dan Mahasantri Pondok Pesantren Madarijul ‘Ulum untuk menyelenggarakan Pendidikan sesuai dengan standar Kurikulum yang telah ditetapkan oleh Pendidikan Tinggi dan Kementerian Agama.
“Dan menjaga agar paradigma lama dimana unsur kekerasan atau pengaruh kepemimpinan seperti pada kebiasaan pondok pesantren pada umumnya yang masih menggunakan kekerasan unruk mendisiplinkan proses belajar mengajarnya,” terang Kasi Penkum melalui siaran persnya, Rabu (12/10/2022).
I Made menyebutkan sebagai salah satu contoh yaitu persoalan terkait dengan kekerasan seksual (Sexual Abuse) yang terjadi pada beberapa Pondok Pesantren sekitar Provinsi Lampung.
“Seperti Kasus Asusila Sesama Jenis ke Anak Muridnya oleh Oknum Guru di Ponpes Mesuji Lampung, Pengasuh Pondok pesantren di Haji Mena Natar Lampung Selatan diduga melakukan pelecehan seksual kepada belasan santri,” ucapnya.
“Sehingga, mendapat perhatian khusus dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (KPAI), Oknum Guru Ponpes di Pringsewu yang terancam 15 Tahun Penjara dan lain sebagainya,” katanya.
Kasi Penkum melanjutkan, hal itu terjadi dengan berbagai modus dan tipu daya oknum pelaku kekerasan seksual, untuk melancarkan aksinya.
“Selain pembahasan tentang UU terkait dengan Perlindungan Anak, Kejaksaan Tinggi Lampung memberikan penyuluhan sehubungan dengan sanksi hukum terhadap pelaku termasuk tindakan tegas yang diambil dalam rangka meminimalisir kejadian tersebut, ” ujarnya.
Kejaksaan Tinggi Lampung menyelenggarakan Program Jaksa Masuk Pesantren Khususnya pada Program Sarjana Agama Pondok Pesatren Madarijul Umum dalam rangka Penerangan Hukum di Kalangan Mahasantri untuk mengangkat kembali citra santri yang melakukan studi di berbagai pondok pesantren dengan menjunjung tinggi nilai – nilai keagamaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
“Sehingga paradigma buruk yang terjadi di pondok – pondok pesantren saat ini dapat dihindari. Riset data dari komnas perempuan, Pesantren menempati posisi kedua setelah kampus dalam kasus kekerasan seksual dalam periode 2015 – 2020,” terangnya.
Hal ini menjadi perhatian Khusus Program Jaksa Masuk Pesantren Kejaksaan Tinggi Lampung yang berupaya untuk menghindari kejadian yang berulang.
“Melalui metode dialog interaktif, para mahasantri serta para dosen mendapatkan bimbingan dan mengerti persoalan sekitar permasalahan hukum, adanya hubungan kerjasama dari pihak penyelenggara khususnya Pendidikan Pesantren bekerjasama dengan Aparat Penegak Hukum,” jelasnya.
“Dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Lampung untuk memperkenalkan Pengetahuan tentang Hukum, Sanksi, dan Sistem Peradilan terhadap anak dibawah umur maupun dikalangan Mahasantri,” pungkasnya.
Begitu juga di sampaikan Ustad Hidayatullah,M.Pd perwakilan dari pihak Pondok Pesantren Madarijul ‘Ulum berharap sekali kepada Aparat Kejaksaan Tinggi Lampung untuk dapat menghadirkan juga narasumber bidang Psikolog agar dapat memberikan konseling bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada para Mahasantri di lingkungan Pondok Pesantren.
“Dengan adanya hubungan kerjasama dari pihak penyelenggara khususnya Pendidikan berbasis agama dengan Aparat Penegak Hukum dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Lampung, agar terciptanya keselerasan antara Penegak Hukum dan Pengajar dalam hal ini para dosen untuk membimbing dan menjaga mahasantri sebagai penerus bangsa,” ujarnya.
“Dan dapat menghindari kenakalan – kenakalan remaja yang berujung melawan hukum dengan cara memperkenalkan Pengetahuan tentang Hukum, Sanksi, dan Sistem Peradilan terhadap anak dibawah umur maupun dikalangan mahasantri pada Pondok Pesantren,” pungkasnya. (Red)