Jakarta (HO) – Koordinator Penggerak Milenial Indonesia (PMI), M. Adhiya Muzakki mendesak Kemenkopolhukam, Kemendagri, dan Kemenlu untuk mengusut tuntas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang memberikan laporan kepada Amerika Serikat menyoal tuduhan pelanggaran HAM di aplikasi Pedulilindungi kepunyaan pemerintah Indonesia.
Menurut Adhiya, yang melaporkan laporan tidak berdasar tersebut telah mencemarkan nama baik Indonesia. Pasalnya, penanganan Covid-19 di Indonesia tergolong sukses dan terbaik di antara negara negara lain.
“Kemenkopolhukam, Kemendagri, dan Kemenlu harus mengusut tuntas LSM yang memberikan laporan kepada AS terkait laporan pelanggaran HAM di aplikasi Pedulilindungi,” ujarnya kepada awak media, pada Sabtu (16/4).
Adhiya menambahkan, LSM semacam itu patut dipertanyakan dasar dan sumber dananya dalam memberikan laporan tersebut. Mengingat, banyak LSM yang tidak transparan dalam melaporkan sumber dananya.
“LSM-LSM harus transparan soal sumber dana asing yang mereka peroleh. Jangan sampai dana asing tersebut malah digunakan untuk kepentingan asing memporakporandakan Indonesia. Hal tersebut jangan sampai terjadi,” tegasnya.
Selain itu, LSM yang bergerak di bidang HAM, demokrasi, dan lingkungan hidup untuk juga transparan menyoal sumber dana yang mereka terima. Mengingat sumber dana tersebut tidak pernah dilaporkan secara berkala oleh LSM terkait.
Adhiya juga meminta PPATK untuk membuka data dana aliran asing yang masuk ke LSM.
“Kami meminta PPATK untuk membuka data dana aliran asing yang masuk ke LSM. Sebagai bentuk laporan pertanggungjawaban LSM ke masyarakat,” tuturnya.
Lebih lanjut, Adhiya menuturkan bahwa keberadaan aplikasi PeduliLindungi sangat membantu dalam hal penanganan Covid-19 di Indonesia. Dengan aplikasi tersebut, masyarakat lebih bisa berperan aktif dalam mencegah penyebaran kasus Covid-19.
Penggunaan aplikasi Pedulilindungi dan vaksinasi masih menjadi alat utama untuk menjaga peningkatan kasus Covid-19 di tengah pemulihan ekonomi dan mobilitas yang berjalan cepat.
“Aplikasi PeduliLindungi turut berperan aktif dalam penanganan Covid-19 di Indonesia. Di mana letak pelanggaran HAM nya?,” imbuhnya.
Adhiya lantas membandingkan soal keluhan pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia dan Amerika. Berdasarkan catatan Adhiya, justru AS lebih banyak dilaporkan oleh SPMH. Pada kurun waktu 2018-2021 misalnya, bedasar Special Procedures Mandate Holders (SPMH), Indonesia dilaporkan melanggar HAM 19 kali oleh beberapa elemen masyarakat sedangkan AS pada kurun waktu yang sama dilaporkan sebanyak 76 kali.
“Hal ini harus segera ditindaklanjuti. Tidak bisa dibiarkan begitu saja. Karena sudah menyangkut jati diri negara,” terangnya.
Saat ini, kata Adhiya pandemi Covid-19 telah menurun signifikan di nasional maupun Jawa Bali. Adhiya meminta masyarakat untuk tetap hati-hati, terutama untuk memastikan tidak terjadi peningkatan kasus pada bulan Ramadhan dan Lebaran nanti.
“Walaupun kasus telah menurun signifikan, tapi masyarakat tetap harus hati hati. Terlebih saat ini memasuki momentum mudik yang sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia,” harapnya. (Red)