Pesawaran (HO) – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Pesawaran menggelar kegiatan sosialisasi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik (KEJ), serta penyuluhan hukum bagi sejumlah guru.
Kegiatan tersebut melibatkan puluhan guru dan menghadirkan narasumber dari Kejaksaan Negeri serta Polres Pesawaran. Kegiatan berlangsung di SDN I Kedondong, Kabupaten Pesawaran, pada Kamis (9/10/2025).

Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pesawaran, Pradana Utama mengapresiasi kegiatan yang digelar oleh PWI Pesawaran.
Pradan Utama menilai, di tengah derasnya arus informasi digital saat ini, masyarakat sangat membutuhkan pemahaman tentang informasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Kegiatan ini sangat kami apresiasi, karena di era digital seperti sekarang marak beredar informasi di media sosial. Siapa pun bisa menjadi ‘wartawan’ tanpa memahami aturan dasar jurnalistik,” kata Pradana Utama mewakili Kadisdik Pesawaran, Ancha Marta Utama.

Tama menambahkan, kegiatan sosialisasi semacam ini sangat penting untuk memperkuat literasi media di lingkungan pendidikan. Ia juga berharap, kegiatan serupa dapat dilakukan secara berkelanjutan di seluruh kecamatan di Kabupaten Pesawaran.
“Harapan kami, sosialisasi Undang-Undang Pers dan penyuluhan hukum ini dapat dilaksanakan di seluruh wilayah Pesawaran, agar semakin banyak masyarakat yang memahami pentingnya berita yang benar dan berimbang,” katanya.
Sementara itu, Ketua PWI Pesawaran M. Ismail, S.H., yang diwakili oleh Sekretaris PWI Sapto Firmansis menjelaskan bahwa kegiatan tersebut merupakan bagian dari komitmen PWI dalam menjalankan fungsi edukasi dan pengawasan sosial, khususnya di sektor pendidikan.
“Sosialisasi ini kami tujukan kepada para pemangku kepentingan, terutama di lembaga pendidikan, agar mereka memahami bagaimana peran wartawan bekerja berdasarkan undang-undang dan kode etik jurnalistik,” ujar sapto
Menurut Sapto, pemahaman terhadap Kode Etik Jurnalistik sangat penting agar masyarakat tidak mudah termakan oleh berita palsu (hoaks) dan bisa membedakan mana produk jurnalistik profesional dan mana yang tidak.
“Ketika seseorang mengaku wartawan tanpa didukung pengetahuan yang cukup, maka informasi yang disampaikan bisa saja menyimpang dari prinsip jurnalistik. Padahal, kode etik dibuat untuk melindungi hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang objektif sekaligus melindungi wartawan dari ancaman atau kekerasan saat bertugas,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sapto menegaskan bahwa dalam Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang Pers, disebutkan wartawan adalah profesi yang memiliki dan wajib menaati Kode Etik Jurnalistik.
Hal itu menjadi pembeda antara wartawan profesional dan individu yang sekadar menyebarkan informasi tanpa dasar hukum dan etika.
Kegiatan yang berlangsung interaktif itu diakhiri dengan sesi tanya jawab antara peserta dan narasumber dari PWI Pesawaran.
Para peserta terlihat antusias menyampaikan pertanyaan seputar praktik jurnalistik di era digital serta cara menyaring berita palsu yang marak di media sosial. (Red)