Jakarta (HO) – Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan beberapa waktu lalu, Komisi III DPR Republik Indonesia dan Pemerintah telah resmi menyepakati Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk disetujui menjadi undang-undang, dan diundangkan pada tahun 2025.
Mengingat saat ini berada dalam masa transisi selama 3 tahun kedepan, maka Jaksa Agung menekankan kepada seluruh Jaksa khususnya para Jaksa baru untuk senantiasa aktif mempelajari pasal demi pasal di dalamnya.
“Pastikan saudara memahami betul setiap delik dan unsur pasal yang terkandung, sehingga saudara dapat menerapkannya dengan tepat pada saat KUHP tersebut diberlakukan,” ujar Jaksa Agung saat menyampaikan amanat pada Penutupan Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan LXXIX (79) Gelombang II Tahun 2022 di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, Rabu (14/12/2022).
Dikatakannya, Dalam rangka pelaksanaan KUHP, Jaksa Agung menjelaskan bahwa perlu dilakukan internalisasi di satuan kerja Kejaksaan dengan lebih banyak melakukan dinamika kelompok yakni mendatangkan ahli akademisi dan praktisi, sehingga ada keseragaman dan kesamaan mindset dalam pelaksanaan KUHP kedepannya.
“Pada hakikatnya Jaksa merupakan salah satu dari berbagai profesi praktisi hukum, dan untuk menjadi seorang praktisi hukum yang andal dapat tercitra melalui kemampuan berpikirnya yang kritis serta argumentatif dalam memahami prinsip, asumsi, aturan, sehingga akan melahirkan suatu argumentasi yang tepat, baik melalui lisan, tulisan, maupun perilakunya,” terangnya.
Maka lanjutnya, laksanakan dengan baik tugas dan kewenangan untuk terus membiasakan diri dalam menangani suatu perkara, karena hanya melalui keseriusan berlatih dan berpraktik, akan terbiasa untuk menggunakan struktur berpikir hukum yang sistematis guna menemukan, mengungkap, dan menjustifikasi makna-makna tersembunyi yang ada dalam suatu peristiwa hukum.
“Sehingga saudara memiliki akurasi yang tinggi dalam menganalisis dan memecahkan suatu permasalahan hukum yang ada di masyarakat,” ujar Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Di samping kemampuan kognitif yang terus diasah, Jaksa Agung juga berpesan agar harus melatih sensitivitas diri sebagai seorang penegak hukum. Sensitivitas diri merupakan kunci bagi seorang Jaksa untuk menghadirkan penegakan hukum yang humanis.
“Kelak akan saudara temui berbagai perkara yang bersinggungan dengan masyarakat kecil dengan tingkat ketercelaan yang tidak seberapa. Untuk itu, selalu kedepankan nurani saudara dalam menangani permasalahan tersebut. Ingat pesan saya! Seorang Jaksa selain harus memiliki ketajaman berpikir, juga dituntut untuk memiliki rasa kesusilaan yang halus,” ujar Jaksa Agung.
“Apabila mampu menyatukan ketiga hal tersebut secara simultan, niscaya akan terwujud keseragaman pola pikir, kapasitas, serta kualitas yang baik untuk menjadi sosok Jaksa yang ideal,” pungkasnya. (Red)